A.
Pendahuluan
Upaya umat Islam dalam menjelaskan sikap islam atau Rasul SAW,
mengenai suatu masalah harus berpegang
pada hadis shahih dan hasan bukan pada hadis dhaif, apa lagi pada hadis maudlu.[1]
Memang boleh jadi manusia saat hidup mengalami keraguan tentang
wujud-Nya, bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarkan untuk menolak
kehadiran Tuhan dan meninggalka kepercayaanya, tetapi ketika itu keraguannya
akan beralih menjadi kegelisahan,
khususnya pada saat ia merenung tentang fitrahnya sebagai menusia.
Empirisme yang dipelopori oleh John Locke menyatakan bahwa
perkembangan pribadi manusia ditentukan oleh faktor-faktor alam lingkungan,
termasuk pendidikan. Ibaratnya adalah tiap individu manusia lahir bagaikan
kertas putih yang siap diberi warna atau tulisan oleh faktor lingkungan. Al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa kehadiran tuhan ada dalam setiap manusia, dan bahwa hal
itu merupakan Fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya.[2]
Dalam surat Ar-Rum ayat 30 menjelaskan bahwa firtrah manusia yaitu
potensi manusia untuk beragama dan bertauhid kepada Allah.[3]
Dalam ayat ini pula di tafsirkan bahwa konsep fitrah menjadi sesuatu konsep
sesuia kemampuan dan latar belakng pendidikan.
B.
Fitrah
Manuisa
1.
Takhrij,
Metode dan Pendekatan yang Digunakan dalam
Memahami Hadis Nabi tentang Fitrah dan Implikasinya Terhadap Teori Perkembangan Manusia
a.
Takhrij
Untuk melecak
keberadaan hadis yatu menggunakan metode takhrij, sedangkan tahrij menurut
bahasa adalah kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah.[4]
Sedangkan menurut istilah takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber
sumber aslinya, di mana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan
sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya ketika perlukan.[5]
Dalam penelitian hadis Nabi ini penulis menelusuri dengan menggunakan software
Gawami’ Alkaleem. V4.5 dengan kata kunci فطرة[6].
b.
Metode
pemahaman hadis
Kata metode
berasal dari bahasa Yunani metodos kata ini terdiri dari dua suku kata
yaitu meta yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti
jalan atau cara.[7]
Sedangkan pemahaman (syarh) dari bahasa Arab, syarraha-yasyarrahu-syarhan
yang artinya menerangkan, membukakan melapangkan[8]
Motode yang
digunakan penulis dalam memahami hadis Nabi tentang fitrah dan implikasinya
terhadap perkembangan manusia adalah metode muqarin (komparatif) yaitu
membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang
sama atau memiliki redaksi yang berbeda dengan kasus yang sama, membandingkan
berbagai pendapat ulama syarah dalam memsyarah hadis[9]
dalam hal ini penulis mengutip tiga hadis dari tiga perawi yang berbeda tentang
fitrah dan implikasinya terhadap teori perkembangan manusia, masing-masing dari
al-Bukhari, at-Tarmizi dan Muslim.
c.
Pendekatan
Pendekatan lingusitik atau Bahasa adalah suatu
pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam memahami hadis Nabi Saw.
Salah satu kekhususan yang dimiliki hadis Nabi Saw.[10]adalah
bahwa matan hadis memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk matan tersebut
yaitu, jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat namun padat maknanya), tamstsil
(perumpamaan), ramzi (bahasa simbolik), bahasa percakapan (dialog),
ungkapan analogi dan lain sebagainya. Perbedaan bentuk matan hadis ini
menunjukkan bahwa pemahaman terhadap hadis Nabi saw. pun harus berbeda-beda.
2.
Manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah
Dalam kamus Lisanul Arab, Ibnu Mandzhur menulis salah satu makna
‘fitrah’ dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta).
Sehingga dapat ditarik pengertian bahwa fitrah adalah penciptaan awal
atau asal kejadian. fitrah adalah kondisi "default factory
setting", suatu kondisi awal sesuai desain pabrik.[11]
Perkembangan
manusia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan bawaan tetapi yang peling
terpenting mempengaruhi perkembangan manusia adalah kedua orang tuanya sendiri.
Didalam kitab hadis yang disusun oleh para Imam Mazhab terdapat beberapa hadis
yang menjelaskan hal tersebut.
Dalam meriwatkan hadis terjadi perbedaan matan (bacaan : redaksi)
namun secara subtasnsif memiliki pengertian yang sama.
a.
Riwayat
al-Bukhari
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي
أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ
فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَاف
لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya : Abdan Menceritkan kepada kami (dengan berkata)
Abdullah memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang
menyatakan) Abu salamah bin Abd al-Rahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu
Hurairah, ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda “setiap anak lahir (dalam
keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak
beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. sebagimana binatan
ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurnah Anggota tubuhnya). Apakah
anda melihat anak binatang itu ada yang cacak (putus telinganya atau anggota
tubuhnya yang lain)kemudian beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptkan menurut manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.[12]
b.
Riwayat
Muslim
حَدَّثَنَا حَاجِبُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ الزُّبَيْدِيِّ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي
سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللَّه" مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ
الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ ثُمَّ
يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ:
Artinya :Hâjib bin al-Walid menceritakan kepada kami (dengan
mengatakan) Muhammad bin harb menceritakan kepada kami (yang berasal) dari
al-Zubaidi (yang diterima) darfi al-Zuhri (yang mengatakan) Sa'id bin
al-Musayyab memberitahukan kepadaku (yang diterima) dari Abu Hurairah bahwa ia
berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan)
fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama
Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak
memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda
mengetahui di antara binatang itu ada yang cacat/putus (telinganya atau anggota
tubuhnya yang lain)
c.
Riwayat
at-Tarmizi
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى
الْمِلَّةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُشَرِّكَانِهِ
"، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ هَلَكَ قَبْلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: "
اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ بِهِ
Artinya :Muhammad bin Yahya al-Qutha'i al-Bashri menceritakan
kepada kami (yang mengatakan) 'Abd al-'Aziz bin Rabi'ah al-Bunani menceritakan
kepada kami (yang berkata) al-A'masy menceritakan kepada kami (yang bersumber)
dari Abu Shalih (yang berasal) dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw
bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan beragama (Islam), kedua
orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikannya beragama Yahudi atau Nasrani
atau menjadikannya musyrik.
3.
Pemahaman
Hadis tentang Fitrah Manusia
Kesahihah sanad (shahîh al-Isnâd) belum menjadi jaminan bagi
kesahihan matan (shahîh al-matn). Sebuah hadis yang sanadnya sahih
muttasil dapat saja memiliki matan yang tidak sahih, dan demikian juga
sebaliknya. Penelitian kedua aspek (sanad dan matan) menjadi penting
untuk menemukan validitas dan otentisitas sebuah hadis.[13]
Meskipun al-Bukhari dan Imam Muslim pada hadis yang dijadikan titik
tolak kajian dalam buku ini menggunakan kalimat mâ min maulûd illâ yûlad,
tetapi dalam hadis yang lain, al-Bukhari dan Muslim juga memakai kalimat kullu
maulûd yûlad. Imam Tirmidzi yang berbeda redaksi dengan menggunakan
kata al-millah,Perbedaan redaksi atau lafal yang demikian
merupakan sesuatu yang wajar dalam periwayatan hadis, karena kebanyakan
periwayatan hadis dilakukan secara makna (al-riwâyah bi al-ma’na). Oleh
sebab itu, perbedaan lafalz menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam
periwayatan hadis. Oleh sebab itu, perbedaan lafalz dalam hadis tentang fitrah
tidak terjadi syudzuz (janggal) dan illah (cacat).[14]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis-hadis tentang fitrah
tersebut dari segi sanad dan matan dapat dijadikan sebagai hujjah (pegangan)
bagi ajaran Islam, karena sanadnya bersambung (muttasil) dan matannya tidak
mengandung unsur janggal dan cacat. [15]
a.
Abu
Hurairah ketika meriwayatkan hadis tentang fitrah tersebut mencantumkan pesan
dia dengan ziyâdah pada akhir matan hadis “jika kamu menghendaki maksud
kata fitrah itu, maka rujuklah kepada Q.S. al-Rum (30) : 30.
b.
Kata
al-millah dalam riwayat al-Tirmidzi yang diartikan sama dengan fitrah
memiliki dalalah arti millah al-Islam (agama Islam).
Para ulama mutaakhirin menguatkan bahwa yang dimaksud fitrah
tersebut adalah Islam karena Q.S. al-Rum (30): 30 adalah kalimat”fitrat Allah”
dalam arti Idâfah Mahdhah yang memerintahkan Nabi saw untuk selalu tetap
pada fitrah. Oleh karena itu kata fitrah berarti Islam.
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karangan al-Nawawi disebutkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat anak Muslim yang meninggal, dia akan masuk ke surga. Sedangkan anak-anak orang musyrik yang mati sewaktu kecil, ada tiga kelompok pendapat: (1) kebanyakan mereka mengatakan bahwa mereka (anak-anak musyrik itu) masuk ke dalam neraka, (2) sebagian mereka tawaqquf (tidak meneruskan persoalan tersebut), (3) masuk surga. Pendapat terakhir ini didukung dan dibenarkan oleh al-Nawawi. Argumentasi pendapat ketiga ini adalah berdasarkan hadis Nabi saw ketika sedang melakukan Isrâ’ dan Mi’râj, dia melihat Nabi Ibrahim as di dalam surga dan di sekelilingnya anak-anak manusia. Para sahabat bertanya: “apakah mereka anak-anak orang musyrik ? Nabi menjawab: Ya, mereka itu anak-anak orang musyrik. [16]
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karangan al-Nawawi disebutkan bahwa sebagian besar ulama berpendapat anak Muslim yang meninggal, dia akan masuk ke surga. Sedangkan anak-anak orang musyrik yang mati sewaktu kecil, ada tiga kelompok pendapat: (1) kebanyakan mereka mengatakan bahwa mereka (anak-anak musyrik itu) masuk ke dalam neraka, (2) sebagian mereka tawaqquf (tidak meneruskan persoalan tersebut), (3) masuk surga. Pendapat terakhir ini didukung dan dibenarkan oleh al-Nawawi. Argumentasi pendapat ketiga ini adalah berdasarkan hadis Nabi saw ketika sedang melakukan Isrâ’ dan Mi’râj, dia melihat Nabi Ibrahim as di dalam surga dan di sekelilingnya anak-anak manusia. Para sahabat bertanya: “apakah mereka anak-anak orang musyrik ? Nabi menjawab: Ya, mereka itu anak-anak orang musyrik. [16]
4.
Faktor-faktor
Pembentuk Perkembangan Manusia
Dalam pandangan Islam merupakan dasar dan keunggulan manusia di
bandingkan dengan mahluk lainnya atau pembawaan disebut fitrah, yang
berasal dari kataفطرة yanga
dalam pengertian etimologi yang mengandun pengertian kejadian. Kata tersebut
berasala dar kata الفا طر yang bentuk
pluralnya fithar yang dapat diartikan cara penciptaan, sifat pembawaan
sejak lahir, sifat watak manusia, agama dan sunnah, pecahan atau belahan[17]
Beberapa pandangan konsep
filsafat yang mejelaskan tentang teori yang
mempengarui perkembangan manusia.
a.
Konsep
Fatalis-Pasif
Setiap
individu, melalui ketetapan Allah SWT adalah baik atau jahat secara asal, baik
ketetapan semacam ini terjadi secara semacamnyaatau sebagian sesuai denhan
rencana Tuhan. Faktor-faktor eksternal
tidak berpengaruh terhadap penentuan nasib seseorang karena setiap indidvidu
terikat dengan ketetapan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah SWT.[18]
b.
Konsep
Netral-Paasif
Beranggapan
bahwa anak lahir dalam keadaan suci, utuh dan sempurna, suatu keadaan kosong,
sesuai halnya dengan teori tabularasa yang di kemukakan oleh John Lock bahwa
manusia lahir seperti kertas putih tampa ada sesuatu goresan apapun. Manusia
berpontensi berkarakter baik dan tidak baik itu terdapat berpengaruh dari luar
terutama orang tua. Pengaruh baik dan buruk tersebut akan terus mengiringi
kehidupan insan dan karakter yang terbentuk targantung mana yang dominan
memberi pengaruh. Jika pengaruh baik lebih dominan adalah pengaruh buruk, maka
seseorang akan berkarakter baik, begitu pula sebaliknya. [19]
c.
Konsep
Postif-Aktif
Bawaan
dasar atau atau sifat manusia sejak lahir adalah berkarakter baik, kuat dan
aktif, sedangkan lingkunganlah yang membelenggu manusia sehingga iya menjauh
dari sifat bawaannya (Aksidental).[20]
d.
Konsep
Dualis-Aktif
Yakni
manusia memiliki dua sifat ganda yang sama kuatnya. Sifat baik dan buruk,
tergantung kedekatan manusia terhadap lingkungan yang baik atau buruk. Jika ia
dekat dengan teman berkarakter baik, maka seseorang akan mengambil sifat
baiknya dan sebaliknya. Penanaman kebiasaan positif sangat penting untuk
diupayakan sejak kecil agar karakter atau sifat baik itu lebih kuat.[21]
Ada dua Faktor yang membentuk
prilaku, yaitu faktor Internal dan eksternal. Faktor Internal adalah kumpulan
unsur kepribadian yang secara simultan mempengaruhi prilaku manusia, yaitu
sebagai berikut:
a.
Insting
Biologis
b.
Kebutuhan
Psikologis
c.
Kebutuhan
pemikiran
Faktor internal ini terbentuk
sebagiannya secara genetis, atau dibawa dari sifat turunan keluarga baik sifat
fisik maupun sifat jiwa. Adapun faktor Eksternal adalah faktor yang ada diluar
diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi prilakunya, yaitu;
a.
Lingkungan
keluarga
b.
Lingkungan
Sosial
c.
Lingkungan
Pendidikan[22]
Selain itu apakah prilaku itu pun
ada pengaruh dari unsur-unsur yang lainnya? Seperti unsur keturunan atau
genetika dari seorang ibu ayahnya taupun kakek-kakeknya?, lantas faktor manakah
yang mempengaruhi terhadap pendidikan anak? Apakah faktor keturunan atau faktor
lingkungan. Dalam hal ini, para pakar pendidikan terbagi kepada tiga pendapat,
yaitu:[23]
a.
Schoupenhauer
dan Arnold Gessel (tokoh Teori Nativisme) berasumsi bahwa setiap individu
(anak) dilahirkan ke dunia dengan membawa faktor-faktor turunan (hereditas)
yang berasal dari orang tuanya, dan faktor turunan tersebut menjadi faktor penentu
perkembangan individu.
b.
Teori
Empirisme, teori ini bertentangan dengan teori pertama, teori ini berasumsi
bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis
yang belum ditulisi (as a blank atau tabula rasa). Setelah kelahirannya, faktor
penentu perkembangan individu ditentukan oleh faktor lingkungan atau
pengalamannya.
c.
Teori
Konvergensi, teori ini berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor keturunan (hereditas) maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman.[24]
C.
Penutup
Allah
telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi Hamba Allah yang
pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Allah
Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir (Pendesain) , pasti telah mendesain
penciptaan manusia baik dari bahan dan prosesnya, sedemikian rupa agar hasil
akhirnya lahir suatu makhluk manusia yang bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah
SWT. Jadi fitrahnya manusia adalah mengabdi ataui beribadah kepada Allah SWT.
Karena
fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT, maka manusia
dengan struktur jasmani dan rohaninya pasti bisa dipakai untuk mengabdi
(ibadah) kepada Allah. Rohani dan jasmani manusia pasti cocok dan pas dipakai
untuk beribadah. Sebaliknya jika dipakai maksiat (membangkang) kepada Allah
pasti tidak nyaman, dan dipastikan pasti bakal cepat rusak dan celaka. Sungguh
kecelakaan manusia adalah karena penyimpangan dari “fitrahnya”.
Daftar Pustaka
Arifin, M, 2009,Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara,
Ali, Nizar, 2011Memahami Hadis Nabi Metode dan Pendekatannya,
Yogyakarta Idea Press.
al-Asqalani, Ibnu Hajar,
2008, Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj.
Amiruddin, Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam.
______________________, 2008,
Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj.
Amiruddin, Jilid VII, Jakarta: Pustaka Azzam.
Munawir,
Fajrul,Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr.
Abd. Muin Salim, Yogyakarta : Teras, tt.
Ramayulis dan Syamsu Nizar, 2009Fisafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Kalam Mulia.
Shihab, M. Quraish, 2007,Wawasan Ai-Qur’an (Tafsir Tematik
atas Pelbagai Persoalan Umat), Bandung: Mizan.
Siregar, Maragustan, 2010,Mencetak Pembelajar Menjadi Insan
Paripurna, (Filsafat Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera.
at Tahhan, Mahmud, 1995,Metode Takhrij dan penelitian Sanad Hadist,
terj. Ridwan Nasir, Surabaya: PT Bina Ilmu
Qardawi,
Yusuf, 1993Keutamaan Ilmu dalam Islam, Jakarta: Pustaka PanjiMas.
http://www.bantangul.com/2011/09/hadis-tarbawi-tampil
pertama-uy.html diUnggah Pada
Tanggal 06 Desember 2012.
http://blog.re.or.id/menjaga-kesucian-fitrah-manusia.htm, di Unggah pada tanggal 06 Desember 2012
http://erlanmuliadi.blogspot.com/2010/12 /studi– al–hadits -
fitrah-manusia.html, diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
http://militansicerdas.blogspot.com/2011/03/fitrah-manusia.html di
unggah pada tanggal 06 Desember 2012.
[1]Yusuf Qardawi, Keutamaan
Ilmu dalam Islam, Jakarta: Pustaka PanjiMas, 1993, hlm., 3
[2]M. Quraish
Shihab, Wawasan Ai-Qur’an (Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat),
Bandung: Mizan, 2007, hlm., 19
[4]Mahmud at
Tahhan, Metode Takhrij dan penelitian Sanad Hadist, terj. Ridwan Nasir,
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995, hlm., 1
[6]software
Gawami’ Alkaleem. V4.5
[7]M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm., 65
[8]Ramayulis dan
Syamsu Nizae, Fisafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009,
hlm., 3
[9]Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi Metode dan Pendekatannya, Yogyakarta Idea Press, 2011, hlm., 57
[10]Fajrul Munawir, Pendekatan Kajian
Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim, Yogyakarta :
Teras, tt., hlm.138
[11]http://militansicerdas.blogspot.com/2011/03/fitrah-manusia.html
di unggah pada tanggal 06 Desember 2012.
[12]Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri
(penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008,
hlm., 568
[13]http://blog.re.or.id/menjaga-kesucian-fitrah-manusia.htm, di Unggah pada tanggal 06 Desember 2012
[14]Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri
(penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid VII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm 344
[15]http://erlanmuliadi.blogspot.com/2010/12/studi–al–hadits-fitrah-manusia.html,
diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
[16]http://erlanmuliadi.blogspot.com
/2010/12/ studi–al–hadits - fitrah-manusia.html, diunggah pada tanggal 05 Desember 2012.
[17]Ibid.
[18]Maragustan
Siregar, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Filsafat
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera, 2010, hlm., 191
[22]http://www.bantangul.com/2011/09/hadis-tarbawi-tampil
pertama-uy.html
diUnggah Pada Tanggal 06 Desember 2012.
[23]Ibid.
[24]Ibid,
Jika dibayangkan lucunya anak-anak kita tidak tega rasanya mengatakan anak dilahirkan bodoh dan seutuhnya dikendalikan oleh hawa nafsu
BalasHapusMantap.
BalasHapus