Minggu, 15 September 2013

Mazhab Syi’ah (Sejarah dan Perkembangannya)


A.  Pendahuluan
Syi’ah  pada awal kemunculannya dikenal sebagai salah satu firqah [1]Politik umat Islam. Belakangan, kelompok Syiah ini berkembang menjadi sebuah gerakan pemikiran yang sangat menonjol, pemikiran syiah tidak hanya terbatas pada masalah politik, sebagimana awal kemunculannya di panggung publik, tetapi juga menyangkut bidang-bidang yang lebih berpengaruh bagi perkembangan ummat Islam di masa depan, sepertri pemikiran hukum Islam yang kemudian melahirkan mazhab kelima dalam pemikiran hukum Islam juga filsafat dan mistisme (tasawuf)
Sekarang ini, gerakan pemikiran Syi’ah sudah demikian maju, sehingga banyak kalangan yang menilai sudah demikian jauh meninggalkan pemikiran kaum sunni yang cenderung stagnan karena barbagai alasan sosiokultural dan politis. Para pemikir Syi’ah yang sangat populer saat ini, seperti Sayyed Husen Nasr, Thabathabai, Murtada mutahhari, Muhammad Baqir al-Shadr, Ali Syariati, dan Mulla Sadra merupakan contoh-contoh yang melambangkan kehebatan kelompok ini dalam pemikirannya.
Dalam sejarah kelompok Syiah terpecaha menjadi tiga kelompok besar yakni, itsna ‘Asyariyah, Ismailiyah, Zaidiyah, dan banyak kelompok sempalan yang dipandang liar (ghulath).[2] Masing-masing kelompok ini tidak hanya mewakili klompok politik, tetapi juga kelompok pemikiran. Pemikiran syiah tidak berhenti dengan timbulnya perpecahan itu merupakan sebagian dari faktorfaktor kompetitif dalam memjukan pemikiran. Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa mengalami perkembangan, yang tentunya akan lebih ekspensif dan berfariasi ketika kelompok ini menyebar keberbagi penjuru dunia Islam, termasuk di Indonesia.
B.  Tinjuan Umum tentang Syi’ah
1.    Sejarah Perkembangan Syi’ah
a.      Pengertian Syi’ah
Kata syi’ah bentuk tunggalnya syi’iy[3] yang berarti kelompok atau golongan, dapat digunakan untuk sesorang, dua atau jamak baik pria maupun wanita. Sedangkan menurut Ahmad al-Waili Syi’ah menurut bahasa adalah pengikut atau pembantu.[4] Kata Syi’ah sudah dikenal  dan dipergunakan orang dalam masa Nabi, bahkan terdapat beberapa kali dalam al-Qur’an yang berarti golongan, kalangan, atau pengikut suatu paham tertentu.[5]
Dalam Kamus perkataan Syiah itu acapkali diartikan orang pengikut, pembantu, firqah, terutama pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib sereta Ahlul bait Rasululullah. Dalam Kamus  Tajul Arus[6] perkataan syiah itu diartikan suatu golongan yang mempunyai keyakinan paham syiah, dalam bantu membantu antara satu sama lain,
Selama hidup Rasulullah, istilah Syi’ah adalah sebutan bagi empat sahabat Nabi: Salman Al-Fărsȋ, Abû Dzarr Al-Ghifȃrȋ, Al-Miqdăd ibn ‘Ammȃr ibn Yȃsir, setelah Nabi wafat, sejumlah sahabat terkemuka bergabung mendugkung ‘Ali ibn Abȋ Thȃlib dan diidentifikasi dengannya. (Juga), sekelompok muhajirin (orang Mekkah yang hijrah ke Madinah) dan kelompok ansȃr (orang asli Madinah) dari kalangan sahabat tidak menampilkan diri untuk berbaiat (memberikan janji setia) kepada Abû Bakar. Di antara mereka yang berpihat kepada ‘Ali adalah Al-Abbȃs ibn ‘Abd Al-Muthalib, Al-Fadhi ibn Al-Abbȃs, Al-Zubair ibn Al-‘Awwȃm, Khȃlid ibn Sa’ȋd, Al-Miqdȃd ibn ‘Amr, Salmȃn Al-Fărsȋ, dan Abû Dzarr Al-Ghifȃrȋ,[7]

Para sahabat itu dan orang yang megikuti langkah mereka meyakini bahwa Imamah adalah kelanjutan dari kenabian, dan bahwa Ali Adalah otoritas  yang paling berpengetahuan di antara para sahabat lainnya, tentang al-Qur’an dan jalan kebenaran. Oleh karena itu, mereka meminta  ptunjuk kepada Ali dalam masalah agama yang membutuhkan ketetapan  atau interpretasi. Mereka mendengar Nabi pernah bersabda tentang Ali, aku adalah kota ilmu dan Ali gerbangnnya, dan aku gudang kebijaksanaan dan Ali pintunya (berdasarkan otoritas al-Hakim dalam Al-mustadrak, Al-Thabarni dalam Al-Kabir dan Abu Nu’aim dalam Al-Hidayah).[8]
b.      Asal usul Perkembangan Syi’ah
Menurut ajaran Syi’ah ada beberapa catatan yang mendorong timbulnya golongan ini, yakni catatan tentang kejadian pada masa awal munculnya dan pertumbuhan Islam. Selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian,
Catatan pertumbuhan Islam dikaitkan dengan hari-hari pertama kenabian  Muhammad saw, di mana Nabi diperintahkan untuk mengajak kerabat terdekatnya memeluk agamanya, sebagaiman firman Allah dalam al-Qur’an : “ dan berikan peringatan  kepada kerabat-kerabat terdekatmu yang terdekat”. (QA. Al-Syura, 26; 214)[9] ketika itu Nabi menjelaskan kepada mereka siapa yang pertama-tama memenuhi ajakannya, kelak akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah orang yang pertama memenuhi ajakan tersebut. Dan nabi menerimanya.[10]
Amat beragam uraian para pakar Muslim atau non-Muslim tentang asal usul paham Syiah dan masa pembetukannya.tidak mungkin secara eksplisit di ketengahkan dalam makalah secara keseluruhan, namun secara sepintas dapat dikatakan bahwa ada di antaranya berpendapat bahwa pemikiran ini bersumber dari Persia, bahkan dari upaya orang-orang Yahudi untuk menyimpangkan ajaran Islam.
Seperti diketahuai bahwa Imamah,[11] yang merupakan salah satu akidah pokok kaum syiah, mereka yakini sebagai anugerah Ilahi serupa kenabian yang tidak dapat di peroleh melalui upaya atau usaha manusia. Imamah itu silih berganti hingga mencapai dalam keyakinan syiah Imamiyah dua belas orang secra turun temurun dimulai dari Sayyidina Ali, samapi iman kedua belas yakni Muhammad al-Mahdi. Nah dari sini ada yang menyebut bahwa syiah bersumber dari Persia, dengan dalih bahwa keyakinan  tentang adanya peranang tuhan dalam menerapkan kepemimpinan  serta turun temurunnya kekuasaan, tidak dikenal oleh masyarakat Arab, tetapi sangat diakui oleh masyarakat Persia.
c.       Sekte-sekte dalam Syi’ah
Syi’ah terpecah dalam berpuluh-puluh Sekte. Adapun sebab-sebab perpecahan itu ialah: (1) karena perbedaan dalam prinsip dan ajaran, disini terdapat Sekte yang moderat dan sekte yang extrim (al-Ghulaat), dan (2) karena perbedaan dalam hal penggantian Imam sesudah al-Husein, Imam ketiga, sesudah ali Zainal Abidin, Imam keempat dan sesudah Ja’far Sadiq, Imam yang keenam. Dari sekte-sekte itu yang terkenal adalah Zaidiyah, Ismailiyah dan Isna Asyariyah. Dua yang terakhir ini termasuk Syi’ah Imamiyah.[12]
Perpecahan sesudah Husein disebabkan karena segolongan pengikut beranggapan bahwa yang lebih berhak menggantikan Husein adalah putra Ali yang bukan anak Fatimah, yaitu yang bernama Muhammad ibn Hanafiah. Sekte ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sedang golongan lain berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Husein adalah Ali Zainal Abidin (wafat tahun 94 H).
Sekte Zaidiyah terbentuk karena segolongan pengikut berpendapat bahwa yang harus menggantikan Ali Zainal Abidin Imam keempat adalah Zaid, sementara Sekte Imamiyah terbentuk oleh golongan yang mengakui Abu Ja’far Muhammad al-Baqir sebagai ganti dari Ali Zainal Abidin.
Sesudah wafatnya Ja’far Sadiq Imam keenam pada tahun 148 H, Imamiah terbagi menjadi dua (2) sekte, yaitu Ismailiyah atau Imamiah Sab’iah dan Imamiah Itsna Asyariyah. Sekte yang pertama mengakui Imamahnya Ismail bin Ja’far sebagai Imam yang ketujuh, sedangkan sekte kedua mengakui Musa al-Kadzim sebagai pengganti Ja’far Sadiq. Imam mereka ada 12 semuanya, dan yang terakhir bernama Muhammad yang pada suatu saat hilang (260 H) dan kemudian dikenal dengan sebutan Muhammad al-Mahdi al-Muntadzar.
Adapun sekte Syi’ah yang extrim, antara lain as-Sabaiah yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Pemimpinnya Abdullah bin Saba dihukum dan dibuang ke Madain. Ada pula anggapan bahwa ketika malaikat menyampaikan wahyu harus disampaikan kepada Ali, tetapi disampaikan kepada Muhammad. Sekte-sekte extrim dipandang telah keluar dari Islam. Dari sekte-sekte tersebut di atas yang terkenal dan mempunyai banyak pengikut ialah: (1) Syi’ah Zaidiyah, (2) Syi’ah Ismailiyah dan (3) Syi’ah Imamiyah.
1)      Syi’ah Zaidiyah,
Sekte ini timbul pada tahun 94 H ketika Ali Zainal Abidin Imam keempat wafat. Sekelompok pengikutnya menetapkan pengganti Ali Zainal Abidin adalah Abu Ja’far Mohammad Al Bakir. Kelompok ini disebut Imamiah seperti akan dijelaskan nanti. Adapun kelompok lain berpendapat bahwa pengganti Ali Zainal adalah Zaid, sebagai Imam kelima. Jadi nama Zaidiah diambil dari nama Imamnya yaitu Zaid, seorang Ulama terkemuka dan guru dari Imam Abu Hanifah: Syi’ah Zaidiah adalah golongan yang paling moderat dibandingkan dengan sekte-sekte lain, dan yang paling dekat dengan aliran Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Pengikut Zaidiah banyak terdapat di Yaman, dan pernah berkuasa di sana hingga tahun lima puluhan pada abad ini. Diantara pendapat-pendapatnya yang perlu dikemukakan disini adalah sebagai berikut:
a.    Mereka berpendapat bahwa Imam itu harus dari keturunan Ali-Fathimah, namun tidak menolak dari golongan lain apabila memang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Oleh karena itu mereka mengakui Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, walaupun menurut urutan prioritas seharusnya Ali yang harus menjadi Khalifah.
b.    Imam tidak ma’shum. Sebagai manusia dapat saja ia berbuat salah dan dosa, seperti manusia lain.
c.    Tidak ada Imam dalam kegelapan yang diliputi oleh berbagai misteri.
d.   Mereka tidak mengajarkan “taqiyah” yaitu sikap pura-pura setuju tetapi batinnya memusuhinya.
e.    Mereka mengharamkan nikah mut’ah.
2)      Syi’ah Ismailiyah
Sekte ini termasuk Syi’ah Imamiah, karena mengakui bahwa pengganti Ali Zainal Abidin Imam keempat adalah Abu Ja’far Mohammad Al Baqir. Syi’ah Ismailiyah mengakui bahwa pengganti Ja’far sodiq, Imam keenam, adalah Ismail sebagai Imam ketujuh. Ismail sendiri telah ditunjuk oleh Ja’far Sodiq, namun Ismail wafat mendahului ayahnya. Akan tetapi satu kelompok pengikut tetap menganggap Ismail adalah Imam ketujuh. Sekte ini juga dinamai Syi’ah Imamiah Sab’iah, karena Imamnya berjumlah tujuh. Sekte ini terbagi lagi dalam berbagai kelompok kecil-kecil, diantaranya ada yang beranggapan bahwa Imam itu memiliki sifat-sifat Ketuhanan. Pendapat ini dipandang telah keluar dari Islam, karena memang tidak sejalan dengan ajaran-ajaran Islam yang benar. Pengikut Ismailiah terdapat di India dan Pakistan.
3)      Syi’ah Imamiah (Itsna Asyariah)
Aliran istsna Asyariah adalah Syi’ah termashur yang tersebar diberbagai negara di Republik Islam Iran. Syiah Itsna Asyariah sepakat bahwa Ali bin Abu Thalib adalah penerima wasiat Nabi Muhammad saw. seperti  yang ditunjukkan nas. Al Aushiya setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fathimah, yaitu Hasan ibn Ali dan Husein ibn Ali sebagimana yang telah disepakati.  Bagi Syiah Istna Asyariah al-Aushiys yang dikultuskan setelah Husein adalah Ali Zainal Abidin dan kemudian secara berturut-turut Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far As-Shadiq, Musa al-Kadzim, Ali al-Ridha, Muhammad al-Jawwad , Ali al-Hadi, Hasan al-Askari, dan yang terakhir adalah Muhammad al-Mahdi sebagai Iman kedua belas yang diyakini mengalami keghaiban. Demikianlah karena pengikut aliran ini telah di baiat dibawa iman dua belas iman, maka mereka dikenal dengan sebutan  Syiah dua belas (Istna Asyariah)[13]
Nama Itsna Asyariah (dua belas) ini mengundang makna penting dalam tinjauan sejarah. yaitu bahwa aliran ini terbentuk setelah lahirnya semua iman yang berjumlah dua belas yaitu kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Imam kedua belas ini Muhammad al-Mahdi dikatakan ghaiba oleh para pengikut aliran ini. Konon Menghilangnya Muhammad al-Mahdi karena bersembunyi di ruang bawah tanah rumah ayahnya di Samarra dan setelah itu tidak kembali
Kembalinya imam Mahdi ini selalu ditunggu pengikut aliran ini dan dari ciri khas kehadirannya adalah sebagi ratu adil yang akan turun diakhir zaman. Karena sebab inilah Muhammad al-Mahdi dijuluki imam Mahdi al-Muntadzar (yang ditunggu). Dalam Itsna Asyariah dikenal cukub banyak ajarannya yang harus dipatuhi, seperti menyangkut masalah aqidah, ibdah, mu’amalah, imamah, ishamah, washiat, raj’ah, bada dan lain sebagainya, namun pada perinsipnya, seluruh ajaran tersebut  bertumpu pada lima pokok ajaran pokok yang dikenal dengan ushuluddin yaitu;
1.    Tauhid.
2.    Keadilan
3.    Nubuwwah
4.    Ma’ad
5.    Imamah  



NASAB IMAM DUA BELAS
Nabi Muhammad (wafat 11 H)

Fatiamh Binti Rasul  +  (1) Ali (wafat 40 H)


 
 (2) Hasan (wafat 50)                                     (3) Husain (wafat 61 H)
(penganutnya yaitu kaum Idrisi                     (4) Ali Zainal Abidin
Afrika Utara dan Syarif                                        (wafat 94 H)
dari Maroko)


 
Zaid (wafat 122 H)                                         (5) Muhamad al-Baqir
(Pengikutnya yakni Kaum Zaidi                          (wafat 113 H)
di Yaman dan Persia Utara)                            (6) Ja’far Ash-Shadiq
                                                                            (wafat 148 H)


 
(7) Ismail                                               (7) Musa Al-Kazim
(pengikutnya Khalifah-khalifah                            (wafat 183 H)
Fathimiyah)
                                                                        (8) Ali Ar-Ridha
                                                                           (wafat 202 H)
    Al Mustamsir
    (Khalifah VII Dari dinasti                     (9) Muhammmad Al-Jawad
        Fathimiyah, wafat 147 H)                           (wafat 220 H)


 
                                                                        (10) Ali al-Hadi
                                                                          (Wafat 254 H)
Nizar      al-Musta’li
            (Khalifah IX dari dinasti                    (11) Hasan al-Askari
            Fathimiyah, Wafat 495 H)                    (wafat 260 H)

                                                                        (12) Muhammad al-Muntazar
                                                                          (lenyap 260 H)





Pengikutnya disebut Musta’li atau Isma’iliyah Barat di Yaman , Syiria dan India
 



 
Pengikut dua belas imam ini dinamai Imamiyah atau Isna Asyari’yah
 
                                                                       



Pengikutnya disebut Nazari atau Isma’iliyah Timur di Pakistan, India Rusia selatan dan lain-lain

 
 





Aliran Ismaili ini disebut juga
Sab’iyah percaya kepada tujuh
imam

2.    Pemikiran Mazhab Syi’ah
a.        Sejarah Singkat Mazhab Ahlil Bait (Syi’ah)
Sebenarnya bukan tidaka beralasan, baik Bani Umayyah Maupun Bani Abbas, menuduh Syiah Ali senantiasa kalah menggerakkan pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan mereka. Jiwa pengajaran Islam dalam daerahnya banyak dititik beratkan kepada kehidupan duniawi, melalui jalan kasar maupun melalui jalan halus terhadap ulama-ulamanya sedang ajaran Islam Menurut Mazhab ahlil Bait lebih banyak ditekankan kepada kehidupan dunia dan akhirat.[14]
Jiwa pengajaran Imam  As-Shadiq di antara lain adalah kemerdekaan roh, yang sangat dihargakan tinggi oleh Islam, dan dengan demikian pengikut-pengikutnya selalu berdaaya upaya melepaskan kemerdekaan jiwanya itu daripada kekuasaan yang dianggap zalim ketika itu. Sejak berdirinya mazhab Ahlil Bait terikat dengan dua peninggalan Nabi yang kuat “as-sagalain” yaitu kitabullah dan itrah Rasulnya, Qur’an dan keluarga Nabi, yang berpadu keduanya tidak bercerai berai dalam penunaian kewajibannya untuk memberi petunjuk dan hidayat kepada orang yang berbuat zalim, karena pasti kamu akan masuk neraka. “Tidak ada yang lain pemimpinmu kecuali Allah, yang tidak dapat menolongmu”(QS. Hud:113).[15]
Dengan penuh keberanian Imam menjalankan terus ajaran semacam ini. pengikut-pengikutnya diajak mersapkan rasa adil yang merupakan pokok terpenting daripada dasar-dasar penetapan hukum Islam. Murid-muridnya hanya mematuhi peraturan-peraturan yang tidak melampaui batas Tuhan, yaitu Qur’an dan mentaati imam-iman yang adil serta memelihara agama, imam-imam yang ingin damai, bermutu tinggi dalam akhlak dan budi pekerti.
Imam As-Sahdiq menghedaki, agar di samping pemerintahan dunia, terdapat pimpinan agama, yang betul-betul menjalankan kebijaksanaan menurut hukum tuhan, berdasarkan kepada da’wah yang benar, kebajikan, keadilan, persamaan ukhuwa Islamiyah umum, peradaban yang baik dan kebugayaan yang benar, membasmi hawa nafsu, membasmi bid’ah dan kesesatan, yang semuanya tiu dapat diperoleh hanya dari keturnan suci, pemimpin-pemimmpin mazhab ini. Karena merekalah yang sanggup memimpin ummat kepada agamanya, membawa kepada kebahagiaan, kepada tujuan-tujuan yang mulia dan tinggi, kepada contoh-contoh yang tinggi.[16]
Mazhab Ahlul Bait ini adalah mazhab yang terdahulu lahir dalam sejarahnya. Karena bukan Imam As-shadiq yang meletakkan batu pertama dan menaburkan benihnya, tetapi ialah Rasulullah sendiri. Nabi yang meletakkan sumber-sumber dan peraturan-peraturannya dengan ucapannya menyuruh berpegang teguh pada al-Qur’an dan keluarganya, agar ummat jangan tersesat (hadis).
Mazhab ini terlahir dalam masa Nabi dan imam yang pertama ialah Ali bin Abi Thalib, Imam yang paling tinggi nilainya dan paling banyak ilmunya. Ia merupakan diri Nabi  Muhammad mengikutinya dalam segala waktu, menampung ilmu langsung dari padanya, memperoleh  tasyri amali sahabatnya di kampung dan dalam perjalanan, ia duduk jika nabi duduk, ia bekerja jika nabi bekerja. Rasulullah adalah guru langsung dari Ali, pendidik dan pengasuhnya.
Tak kala Ali wafat, gerakan ilmiyah dan pimpinan mazhab ini dipimpin oleh putranya, Imam Hasan, cucu Rasulullah dan mainan hatinya. dialah tempat rakyat mengembalikan urusannya dan segala persengketaan. Tetapi urusan mazhab itu tidak berjalan lancar, karena tekanan beberapa kejadian dan saling sengketa dengan Muawiyah, setelah meninggalnya Imam Hasan digantikan oleh saudaranya Imam Husain lebih kacau lagi, tidak saja peperangan–peperangan sudah terbuka, tetapi kekuasaan yang telah di capai Muawiyah di gunakannya dengan sengaja untuk merusak kedudukan hukum kaum muslimin. Urusan peradilan di serahkan kepada anakanya Yazid yang tidak terlalu tau banyak tentang peraturan-peraturan hukum Islam[17]
Lalu menjadilah kedudukan hukum Islam ketika itu sangat buruk. Imam Huasain tidka berdiam diri melihat kondisi seperti ini, ia terpaksa bangkit membela kebenaran , melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, hingga terpaksa mengorbangkan jiwanya dengan cara yang sangat menyedihkan  sebagai pahlawan Islam dikenal dengan peristiwa Karbala[18].
Urusan peradilan dan pimpinan mazhab berpindah kepada nakanya Iman Ali bin Husain, yang bergelar Zainal Abidin, seorang yang sangat wara’ dan bertakwa dalam masanya, juga seorang alim dalam segala bidang ilmu Islam. Dengan cara diam-diam ia meneruskan usaha ayahnya, yang meskipun suasana pada saat itu sangat buruk, melahirkan ulama-ulamaahli hukum dan hadis.[19]
Masa anaknya Imam al-Baqir, memimpin mazhab Ahlul Bait ini, suasana politik sudah agag berubah, pemerintah Bani Umayyah sudah mulai lemah, diserang kanan kiri dan dibenci oleh rakyat karena sifat feodalnya. Pengajaran-pengajaran Ahlil Bait digiatkan kembali di mana-mana, ulama-ulama memancar pergi menyiarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi di Madinah dan dalam Masjidil Haram, terutama ruang yang terkuat dengan nama “ Ruang Ibn Mahil”. [20]
Mazhab Ahlil Bait, yang kemudian terkenal dengan Mazhab Al- Ja’fari, tidak mau mentaati siasat pemerintah ini, pertama karena rakyat tidak mau mematuhinya, kedua karena menyebabkan orang Islam menjadi beku, tidak mau berfikir dan menggunakan akal, satusatunya anugerah Tuhan yang sangat mulia kepada manusia. Sebagai akibat keputusan ini, pemerintah menganggap-anggap mazhab itu menentang kebijaksanaannya dan menghukum orang-orang yang tidak taat itu.
Dengan alasan ini pemerintah menganggap mazhab Ahlil Bait musuhnya, lalu dinyatakan sebagai suatu golongan yang dianggap keluar dari Islam karena salah i’tikadnya, padahal ulama-ulama Ahlil Bait tidak mau mentaatinya karena hakim-hakim itu zalim, dan umat Islam diperintahkan meninggalkan orang-orang yang zalim itu dan rajanya.
b.        Pemikiran Mazhab Syi'ah
1.    Tauhid (Al-Tauhid)
Monoteisme atau kesaan Tuhan adalah fondasi Islam, al-Qur’an menyinggung soal ini dalam ratusan ayat. Ini meliputi semua fakta yang mengacu pada tuhan yang satu (yang Esa) dan satun-satunya Tuhan dia tidak mempunyai sekutu, tandingan, dan kawan. Dia kekal tidak ada yang menyerupai-Nya. Dialah satu-satunya yang pantas untuk disembah dan tiada yang melebihi-Nya. Kaum muslim tidak ada yang tidak sepakat dengan masalah ini.[21]
Tuhan adalah esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Kesaan tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendirian. Tuhan adalah qadim; maksudya tuhan bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu dicipta oleh Allah, Allah maha tahu, maha mendengar, mengerti semua bahasa, selalu bebar dan bebas berkehendak, kesaan Allah tidak murakkat. Allah tidka membutuhkan sesuatu.
2.    Kenabian (Nubuwwah)
Setiap makhluk di samping telah diberi insting secara alami juga juga masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun  dari manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan tuhan yang secara transenden diutus memberikan acuan untuk menbedakan antara yang baik dan yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah ini, tuhan telah mengutus 124.000 Rasul unutk memberi petunjuk kepada manusia. Syi’ah itsna Asyariah percaya mutlak tentang ajaran Tauhidan kerasulan sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhamaad dan tidak ada Nabi atau Rasul setelah Muhammad, mereka percaya dengan kiamat, kemurnian dan keaslian al-Qur’an jauh dari tahrif, perubahan atau tambahan.[22]
Kelompok syiah berkeyakinan bahwa seluruh nabi yang disebut dalam al-Qur’an adalah utusan Allah swt. dan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, dan penghulu dari segala nabi, beliau terpelihara dari kesalahan dan dosa. Allaha telah memperjalankan beliau diwaktu malam hari dari Masjid al-Haram ke mesjid al-Aqsa kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Kitab al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada belaiau sebagai mukjizat dan tantangan serta pengajaran hukum yang membedakan antara yang halal dan haram, yang tiada kekurangan juga penambahan atau perubahan di dalamnya dan barang siapa yang mengaku mendapat wahyu atau diturunkan kitab kepadanya stelah kenabian Muhammad saw. Maka dia itu kafir yang harus dibunuh.[23]
Imamiyah berpendapat bahwa Tuhan tidak punya sekutu, adil dan tidak mungkin berbuat kejahatan dan menciptakan dosa, kemudian menghukun kita, manusia karena dosa dan kejahatan yang kita lakukan. Dengan dasar pemikiran sama, mereka berpendapat bahwa para Nabi mustahil berkhianat, berdusta, berwatak lancung dan berbuat khilaf baik secara lahiriah maupun batiniah. Mereka yakin pada kemaksuman (ishamah) para Nabi sepanjang kehidupan mereka.[24]
Semua utusan Allah tidak pernah salah dalam berbuat baik sebelum diangkat menjadi Nabi maupun sesudahnya, dan terhindar dari setiap pelanggaran yang pelakunya sendiri mungkin menganggapnya ringan. Dan Muhammad adalah Nabi yang tidak pernah menyalahi perintah Allah sejak lahir hingga meninggal. Ia tidak pernah melakukan kesalahan karena sengaja atau lalai. Ia di nyatakan dalam al-Qur’an dan dibuktikan oleh laporan berkesinambungan para anggota Ahlil Bait Nabi. Inilah keyakinan imamiyah pada umumnya.
3.         Keadilan (al-adl)
Tuhan mencipta kebaikan di alam semesta ini dengan adil. Ia tidak pernah menghiasi ciptaannya dengan ketidakadilan, keraen ketidakadilan dan kelalimian terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidak mampuan, semantara tuahn adalah maha tahu dan maha kuasa. Segala macam keburukan dan ketdak mampuan adalah jauh dari kebsolutan dan kehendak Tuhan. Atas dasar itulsh Syi’ah Istna Asyariah berusaha sekuat tenaga  untuk menegakkan keadilan. Menegakkan keadilan, diakui bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan seperangkat aturan dan institusi. Hal ini, menurut keyakinannya, tidak akan terwujud tampa adanya imam sebagai wakil Tuhan, oleh karena itu keberadaan seorang imam itu harus sesuai dengan pemilik keadilan yang hakiki yaitu Allah. Disinilah benang merah yang menghubungkan antara Tuhan-iman dan keadilan  selain itu aliran ini menyebutkan bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahuai benar dan salah melalui perasaan, manusia dapat menggunakan penglihatan, pendengaran dan indera lainnya untuk melakukan perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak (will Poewr) sebagai anugrah tuhan  untuk mewujudkan dan bertanggungjawab atas pebuatannya. Untuk itu aliran ini sangat menyerukan kepada manusia, terutama kepada pengikutnya agar menjadi pelopor penyeru kebenaran dan harapan terciptanya kedamaian hidup di dunia dan akhirat.[25] 
4.         Hari akhir (al-Ma’ad)
Secara harfiah al-Ma’ad yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini adalah akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.[26] Al-ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap keadilan Tuhan di akhirat. Setiap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati dalah proses transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Kehidupan baru yang akan dilalui oleh roh manusia itu masuk kedalam wilayah al-Ma’ad. Artinya mulus dan tidaknya, bergantung dari apa yang telah dilakukannya (bersama tubuhnya) ketika di dunia. Dengan pemahaman yang benar tentang al-ma’ad ini akan muncul rasa takut kepada Allah dan siksanya, sehingga mendorong unutk senantiasa berjalan sesuai dengan syariat-Nya dengan menjaukan diri dari kesalahan.[27]
Syaikh Husain Khasyif al-Ghitah yang dikutip dari Quraish Shihab dalam bukunya Sunna-Syiah bergandengan tangan mungkinkah? Menguraikan kayakinan Istna Asyariah tentang hari kemudian, imamiyah meyakini sebagiman yang diyakini oleh seluruh ummat muslim bahwa Allah swt. Akan mengembalikan hidup/membangkitkan semua mahluk dan menghidupkan mereka setelah kematian pada hari kiamat untuk melakukan perhitungan dan balasan. Yang dibangkitkan adalah sosok yang bersangkutan masing-masing  dengan jasad dan ruhnya sehgingga bila dilihat oleh orang lain dia berkata: “inilah si anu” anda tidak wajib mengetahuai bagaiman terjadinya kebangkitan itu, apakah ia merupakan pengembalian yang telah tiada atau nampaknya yang telah mewujud atau selain dari itu. Syi’ah imamiyah juga percaya dengan semua apa yang tercantung dalam al-Qur’an dan sunnah yang nilainya qath’iy (pasti) seperti surga, neraka serta kenikmatan dan siksanya di barzah, timbangan amal, shirath (jembatan) al-A’raf, kitab amalan manusia, yang tidak membiarkan yang kecil atau yang besar kecuali dicatatnya, dan bahwa semua manusia akan mendapat ganjaran/balasan . kalau amalnya baik maka baik dan kalau buruk maka buruk.
5.    Imamah
Imamah adalah masalah pertama yang tentangnya ummah (komunitas) Islam berbeda setelah kematian Nabi Muhammad saw. dan, karena perbedaan ini, peperangan berdarah antar kaum muslim meletus. Dalam hal ini, Syiah Imamiyah percaya[28] :
Imamah adalah posisi ilahiah bagi kepemimpinan spiritual dan temporal bagi kaum muslimin. Inilah kasih sayang Allah yang dilimpahkan atsa hamba-hamba-Nya, yang menjadikan Imamah merupakan kelanjutan dari kenabian (Nubuwah). Imam diangkat melalui Nabi. Ia mesti maksum baik dosa besar maupun kesalahan kecil. Pada setiap masa, harus ada seorang Imam yang maksum yang merupakan tanda kekuasaan allah atas umat manusia, kehadiran menjadi penjaga kepentingan agama, ia harus mumpuni dari segala ilmu agama. Pengangkatan Iman oleh Allah adalah wujud dari kasih sayang Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan kemurahan mengutus Nabi serta mengangkat iman wajib bagi Allah. Imamiyah berpendapat bahwa para imam yang maksum adalah orang-orang yang terbaik  di antara manusia semasanya dalam pelbagai masa dan segala bidang dalam hal pengetahuan dan kapasitas intelektual. mereka tidak mengetahui yang kasatmata, tetapi mereka mengetahui niat dan maksud hati manusia melalui ilham yang diberikan oleh Allah.[29]
Memberikan komentar atas al-Baqarah ayat 124 Allamah Thabathabai dalam komentar Qurannya dikutip dari Seyed Hossein Naser telah mengumumkan tujuh  butir hal yang mendasar yang barangkali  memberikan penjelasan mengenai Imamah, ketuju butir ini adalah sebagi berikut.[30]
1.      Imamah adalah hak preogatif Allah.
2.      Imam harus terhindar dari dosa dan khilaf karena pepeliharaan Ilahi
3.      Selama manusia ada di muka bumi, tidak mungkin tidak ada Imam yang sejati
4.      Imam harus didukung oleh Allah, yang maha agung.
5.      Perbuatan manusia tidak terlepas dari penglihatan Imam.
6.      Imam harus mempunyai pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan oleh manusia  dalam kehidupan sehari-harinya dan juga persiapan bagi kehidupan nanti.
7.      Mustahil seseorang melampaui imam dan kualitas-kualitas sublimnya
3.    Perkembangan Syi’ah di Indonesia
a.    Kapan Syi’ah masuk di Indonesia
Sejarah masuknya Syi’ah di indenesia yang tidak ada yang mengetehui secara pasti tapi menurut Abu Bakar aceh dalam bukunya aliran Syi’ah di Nusantara menjelaskan bahwa kebanyakan dari pada mubaligh-mubaligh itu pada waktu tersebut memang berasal dari pada orang-orang, yang mengunjungi Aceh, dan Malaka, memasuki Nusantara dari Persia dan India, meskipun banyak diantaranya telah menggunakan nama-nama negeri-negeri tempat lahirnya di Persia dan di India itu. Dalam uraiannya itu telah mengambil beberapa kesimpulan, yaitu[31] :
1.      Islam ke Indonesia mula pertama di Aceh, tidak mungkin d;daerah lain,
2.      Penyiar Islam pertama di Indonesia tidak hanya terdiri dari saudagar India dan Gujarat, tetapi juga terdiri dari mubaligh-mubaligh Islam dari bangsa Arab,
3.      Diantara mashaf pertama dipeluk di Aceh ialah Syi'ah dan Syafi'i,
4.      Pemeriksaan yang teliti dan jujur akan dapat menghasilkan tahun yang lebih tua untuk sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia.[32]
Sebagai keterangan ialah karena Aceh itu merupakan pelabuhan yang pertama disinggahi kapal-kapal layar yang masuk ke Nusantara dari Hadramaut dan Gujarat. dan kemudian meneruskan pelayarannya ke Malaka, diantaranya ada yang berlayar ke Cina, seperti Marcopolo, Ibn Batuthah, dan Soelaiman, seorang Arab pelancong yang terkenal, dan sebaliknya kapal-kapal ini mengangkut orang-orang dari Nusantara dari Aceh ke Mekkah, sehingga oleh karena itu Aceh itu dinamakan "Aceh Serambi Mekkah[33]
b.   Perkembangan Syi’ah di Indonesia
Syi’ah di Indonesia dapat disebutkan memulai perkembangannya pasca revolusi Iran pada tahun 1979. Memanfaatkan momentum kelahiran Iran sebagai “negara Syi’ah” dan euforia revolusi yang menggunakan Islam sebagai dasar perjuangannya, Syi’ah di dunia Islam tidak terkecuali Indonesia mulai berani menunjukkan jati dirinya. Gerakan-gerakannya pun mulai tersusun secara sistematis dalam kerangka kelembagaan atau organisasi-organisasi yang pahamnya berafiliasi terhadap Syi’ah. Hanya saja, ini tidak berarti bahwa sebagai sebuah paham, Syi’ah baru ada pasca 1979.[34]
Ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten/Kota. Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. 




[1]Firqah atau sekte adalah kaum yang mengikuti pemahaman atau pendapat seorang ulama yang pemahaman atau pendapatnya telah keluar (kharaja) dari pemahaman jama’ah muslimin atau (as-sawad al a’zham), http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/28/pengertian-firqah/
[2]Istilah ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw yang artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din yang artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Nabi Muhammad. http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/syiah/
[3]Fadil Su’ud Ja’fari,  Islam Syi’ah, dikutip dari Lois Ma’luf, al-munjid fi al-lughah wa al-Alam (Bairut: Daral-Masriq. 1973). Hlm. 19
[4] Fadil Su’ud Ja’fari,  Islam Syi’ah, dikutip dari Ahmad al-Waili, Hauwiyatut Tasyayyu’ (Qum-Iran: Dar al-Kitab al-Islam, tt). hlm. 19
[5] Abu Bakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam, (Semarang; Ramadhani, 1972) hlm, 10
[6] Ibid, hlm. 19
[7] Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Lieman (ed), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Terj. Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003) hlm.147
[8] Ibid, hlm.147-148
[9]Al-Qur’an dan terjemanya.
[10] Menurut hadis ini, Ali berkata: “Aku adalah yang termuda dari semua yang memeluk agama Islam dan akulah Wazir-mu. Nabi meletakkan tangannya dipundakku dan berkata;  ‘orang ini adalah saudaraku, pewaris dan khalifah-ku, kalian harus mematuhinya.’ Orang-orang menertawakannya dan berkata kepada Abu Thalib, ‘ iya telah menyuruhmu mematuhi putramu’.” Lihat Thabari, al-Tarikh, Kairo, 1357. Jilid II, hlm. 63. Abul Fida, al-Tharikh, kairo 1358 jild I, hlm. 116. Ibn Atsir, al- bidaya Walnihayal, Kairo, 1358, jilid II, hlm. 39. Bharani Ghyat al- Maram, Theran, 1272, hlm. 320. Fadil Su’ud Ja’fari,  Islam Syi’ah, Malang, 2010, hlm. 25.
[11]M. Quraish Shihab,  Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikiran. (Jakarta: Lentera Hati, 2007) hlm. 63
[12] Ja’far Subhani, Syi’ah Ajaran dan Prakteknya, Jakarta: Nur Huda, 2012, hlm. 145
[13]http://majalahassunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=105:sepak-..Sepak Terjang Syi’ah, di unggah pada 07 Mei 2013
[14] Abu Bakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah,... hlm., 131
[15]Al-Qur’an dan terjemahnya.
[16]Abu Bakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah,... hlm., 132
[17] Ibid, hlm. 133
[18] Ibid, hlm. 133
[19]Ibid, hlm. 134
[20]Ibid, hlm. 134
[21] Fadil Su’ud Ja’fari,  Islam Syi’ah,... hlm. 64
[22] Ibid,  hlm. 65
[23]M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah bergandengan tangan!......... hlm.95
[24] Ibid, hlm. 96
[25] Fadil Su’ud Ja’fari,  Islam Syi’ah,... hlm.64-65
[26] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam,  Bandung:Pustaka Setia, 2003. Hlm., 60
[27]Ibid, hlm. 66
[28] Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Lieman (ed), Ensiklopedi Tematis..., hlm. 174
[29] Ibid,  hlm. 174
[30] Ibid,  hlm. 175
[31]Abu Bakar Aceh, Syi’ah di Nusantara, Jakarta; Islamic Reserch Institute, 1977, hlm.  31
[32] bid. hlm. 31
[33]Ibid. hlm. 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar