A. Pendahuluan
Syi’ah pada awal
kemunculannya dikenal sebagai salah satu firqah [1]Politik
umat Islam. Belakangan, kelompok Syiah ini berkembang menjadi sebuah gerakan
pemikiran yang sangat menonjol, pemikiran syiah tidak hanya terbatas pada masalah
politik, sebagimana awal kemunculannya di panggung publik, tetapi juga
menyangkut bidang-bidang yang lebih berpengaruh bagi perkembangan ummat Islam
di masa depan, sepertri pemikiran hukum Islam yang kemudian melahirkan mazhab
kelima dalam pemikiran hukum Islam juga filsafat dan mistisme (tasawuf)
Sekarang ini, gerakan pemikiran Syi’ah sudah demikian maju,
sehingga banyak kalangan yang menilai sudah demikian jauh meninggalkan
pemikiran kaum sunni yang cenderung stagnan karena barbagai alasan sosiokultural
dan politis. Para pemikir Syi’ah yang sangat populer saat ini, seperti Sayyed
Husen Nasr, Thabathabai, Murtada mutahhari, Muhammad Baqir al-Shadr, Ali
Syariati, dan Mulla Sadra merupakan contoh-contoh yang melambangkan kehebatan
kelompok ini dalam pemikirannya.
Dalam sejarah kelompok Syiah terpecaha menjadi tiga kelompok besar
yakni, itsna ‘Asyariyah, Ismailiyah, Zaidiyah, dan banyak kelompok sempalan
yang dipandang liar (ghulath).[2]
Masing-masing kelompok ini tidak hanya mewakili klompok politik, tetapi juga
kelompok pemikiran. Pemikiran syiah tidak berhenti dengan timbulnya perpecahan
itu merupakan sebagian dari faktorfaktor kompetitif dalam memjukan pemikiran.
Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa mengalami perkembangan, yang
tentunya akan lebih ekspensif dan berfariasi ketika kelompok ini menyebar
keberbagi penjuru dunia Islam, termasuk di Indonesia.
B. Tinjuan
Umum tentang Syi’ah
1.
Sejarah Perkembangan Syi’ah
a.
Pengertian Syi’ah
Kata
syi’ah bentuk tunggalnya syi’iy[3]
yang berarti kelompok atau golongan, dapat digunakan untuk sesorang, dua
atau jamak baik pria maupun wanita. Sedangkan menurut Ahmad al-Waili Syi’ah
menurut bahasa adalah pengikut atau pembantu.[4]
Kata Syi’ah sudah dikenal dan
dipergunakan orang dalam masa Nabi, bahkan terdapat beberapa kali dalam
al-Qur’an yang berarti golongan, kalangan, atau pengikut suatu paham tertentu.[5]
Dalam
Kamus perkataan Syiah itu acapkali diartikan orang pengikut, pembantu, firqah,
terutama pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib sereta Ahlul bait
Rasululullah. Dalam Kamus Tajul Arus[6]
perkataan syiah itu diartikan suatu golongan yang mempunyai keyakinan paham
syiah, dalam bantu membantu antara satu sama lain,
Selama hidup
Rasulullah, istilah Syi’ah adalah sebutan bagi empat sahabat Nabi: Salman
Al-Fărsȋ, Abû Dzarr Al-Ghifȃrȋ, Al-Miqdăd ibn ‘Ammȃr ibn Yȃsir, setelah Nabi
wafat, sejumlah sahabat terkemuka bergabung mendugkung ‘Ali ibn Abȋ Thȃlib dan
diidentifikasi dengannya. (Juga), sekelompok muhajirin (orang Mekkah yang
hijrah ke Madinah) dan kelompok ansȃr (orang asli Madinah) dari kalangan
sahabat tidak menampilkan diri untuk berbaiat (memberikan janji setia) kepada
Abû Bakar. Di antara mereka yang berpihat kepada ‘Ali adalah Al-Abbȃs ibn ‘Abd
Al-Muthalib, Al-Fadhi ibn Al-Abbȃs, Al-Zubair ibn Al-‘Awwȃm, Khȃlid ibn Sa’ȋd,
Al-Miqdȃd ibn ‘Amr, Salmȃn Al-Fărsȋ, dan Abû Dzarr Al-Ghifȃrȋ,[7]
Para
sahabat itu dan orang yang megikuti langkah mereka meyakini bahwa Imamah adalah
kelanjutan dari kenabian, dan bahwa Ali Adalah otoritas yang paling berpengetahuan di antara para
sahabat lainnya, tentang al-Qur’an dan jalan kebenaran. Oleh karena itu, mereka
meminta ptunjuk kepada Ali dalam masalah
agama yang membutuhkan ketetapan atau
interpretasi. Mereka mendengar Nabi pernah bersabda tentang Ali, aku adalah
kota ilmu dan Ali gerbangnnya, dan aku gudang kebijaksanaan dan Ali pintunya
(berdasarkan otoritas al-Hakim dalam Al-mustadrak, Al-Thabarni
dalam Al-Kabir dan Abu Nu’aim dalam Al-Hidayah).[8]
b.
Asal usul Perkembangan Syi’ah
Menurut
ajaran Syi’ah ada beberapa catatan yang mendorong timbulnya golongan ini, yakni
catatan tentang kejadian pada masa awal munculnya dan pertumbuhan Islam.
Selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian,
Catatan
pertumbuhan Islam dikaitkan dengan hari-hari pertama kenabian Muhammad saw, di mana Nabi diperintahkan
untuk mengajak kerabat terdekatnya memeluk agamanya, sebagaiman firman Allah
dalam al-Qur’an : “ dan berikan peringatan
kepada kerabat-kerabat terdekatmu yang terdekat”. (QA. Al-Syura, 26;
214)[9]
ketika itu Nabi menjelaskan kepada mereka siapa yang pertama-tama memenuhi
ajakannya, kelak akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah orang yang
pertama memenuhi ajakan tersebut. Dan nabi menerimanya.[10]
Amat
beragam uraian para pakar Muslim atau non-Muslim tentang asal usul paham Syiah dan
masa pembetukannya.tidak mungkin secara eksplisit di ketengahkan dalam makalah
secara keseluruhan, namun secara sepintas dapat dikatakan bahwa ada di
antaranya berpendapat bahwa pemikiran ini bersumber dari Persia, bahkan dari
upaya orang-orang Yahudi untuk menyimpangkan ajaran Islam.
Seperti
diketahuai bahwa Imamah,[11]
yang merupakan salah satu akidah pokok kaum syiah, mereka yakini sebagai
anugerah Ilahi serupa kenabian yang tidak dapat di peroleh melalui upaya atau
usaha manusia. Imamah itu silih berganti hingga mencapai dalam keyakinan
syiah Imamiyah dua belas orang secra turun temurun dimulai dari Sayyidina Ali,
samapi iman kedua belas yakni Muhammad al-Mahdi. Nah dari sini ada yang
menyebut bahwa syiah bersumber dari Persia, dengan dalih bahwa keyakinan tentang adanya peranang tuhan dalam
menerapkan kepemimpinan serta turun
temurunnya kekuasaan, tidak dikenal oleh masyarakat Arab, tetapi sangat diakui
oleh masyarakat Persia.
c.
Sekte-sekte dalam Syi’ah
Syi’ah terpecah dalam
berpuluh-puluh Sekte. Adapun sebab-sebab perpecahan itu ialah: (1) karena
perbedaan dalam prinsip dan ajaran, disini terdapat Sekte yang moderat dan
sekte yang extrim (al-Ghulaat), dan (2) karena perbedaan dalam hal penggantian
Imam sesudah al-Husein, Imam ketiga, sesudah ali Zainal Abidin, Imam keempat
dan sesudah Ja’far Sadiq, Imam yang keenam. Dari sekte-sekte itu yang terkenal
adalah Zaidiyah, Ismailiyah dan Isna Asyariyah. Dua yang terakhir
ini termasuk Syi’ah Imamiyah.[12]
Perpecahan sesudah
Husein disebabkan karena segolongan pengikut beranggapan bahwa yang lebih
berhak menggantikan Husein adalah putra Ali yang bukan anak Fatimah, yaitu yang
bernama Muhammad ibn Hanafiah. Sekte ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sedang
golongan lain berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Husein adalah Ali
Zainal Abidin (wafat tahun 94 H).
Sekte Zaidiyah terbentuk
karena segolongan pengikut berpendapat bahwa yang harus menggantikan Ali Zainal
Abidin Imam keempat adalah Zaid, sementara Sekte Imamiyah terbentuk oleh
golongan yang mengakui Abu Ja’far Muhammad al-Baqir sebagai ganti dari Ali
Zainal Abidin.
Sesudah wafatnya Ja’far
Sadiq Imam keenam pada tahun 148 H, Imamiah terbagi menjadi dua (2) sekte,
yaitu Ismailiyah atau Imamiah Sab’iah dan Imamiah Itsna Asyariyah. Sekte yang
pertama mengakui Imamahnya Ismail bin Ja’far sebagai Imam yang ketujuh,
sedangkan sekte kedua mengakui Musa al-Kadzim sebagai pengganti Ja’far Sadiq.
Imam mereka ada 12 semuanya, dan yang terakhir bernama Muhammad yang pada suatu
saat hilang (260 H) dan kemudian dikenal dengan sebutan Muhammad al-Mahdi
al-Muntadzar.
Adapun sekte Syi’ah yang
extrim, antara lain as-Sabaiah yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Pemimpinnya
Abdullah bin Saba dihukum dan dibuang ke Madain. Ada pula anggapan bahwa ketika
malaikat menyampaikan wahyu harus disampaikan kepada Ali, tetapi disampaikan
kepada Muhammad. Sekte-sekte extrim dipandang telah keluar dari Islam. Dari
sekte-sekte tersebut di atas yang terkenal dan mempunyai banyak pengikut ialah:
(1) Syi’ah Zaidiyah, (2) Syi’ah Ismailiyah dan (3) Syi’ah Imamiyah.
1)
Syi’ah Zaidiyah,
Sekte ini timbul pada
tahun 94 H ketika Ali Zainal Abidin Imam keempat wafat. Sekelompok pengikutnya
menetapkan pengganti Ali Zainal Abidin adalah Abu Ja’far Mohammad Al Bakir.
Kelompok ini disebut Imamiah seperti akan dijelaskan nanti. Adapun kelompok
lain berpendapat bahwa pengganti Ali Zainal adalah Zaid, sebagai Imam kelima.
Jadi nama Zaidiah diambil dari nama Imamnya yaitu Zaid, seorang Ulama terkemuka
dan guru dari Imam Abu Hanifah: Syi’ah Zaidiah adalah golongan yang paling
moderat dibandingkan dengan sekte-sekte lain, dan yang paling dekat dengan
aliran Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Pengikut Zaidiah banyak
terdapat di Yaman, dan pernah berkuasa di sana hingga tahun lima puluhan pada
abad ini. Diantara pendapat-pendapatnya yang perlu dikemukakan disini adalah
sebagai berikut:
a. Mereka berpendapat bahwa
Imam itu harus dari keturunan Ali-Fathimah, namun tidak menolak dari golongan
lain apabila memang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Oleh karena itu
mereka mengakui Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, walaupun menurut urutan
prioritas seharusnya Ali yang harus menjadi Khalifah.
b. Imam tidak ma’shum.
Sebagai manusia dapat saja ia berbuat salah dan dosa, seperti manusia lain.
c. Tidak ada Imam dalam
kegelapan yang diliputi oleh berbagai misteri.
d. Mereka tidak mengajarkan
“taqiyah” yaitu sikap pura-pura setuju tetapi batinnya memusuhinya.
e. Mereka mengharamkan nikah
mut’ah.
2)
Syi’ah Ismailiyah
Sekte ini termasuk
Syi’ah Imamiah, karena mengakui bahwa pengganti Ali Zainal Abidin Imam keempat
adalah Abu Ja’far Mohammad Al Baqir. Syi’ah Ismailiyah mengakui bahwa pengganti
Ja’far sodiq, Imam keenam, adalah Ismail sebagai Imam ketujuh. Ismail sendiri
telah ditunjuk oleh Ja’far Sodiq, namun Ismail wafat mendahului ayahnya. Akan
tetapi satu kelompok pengikut tetap menganggap Ismail adalah Imam ketujuh.
Sekte ini juga dinamai Syi’ah Imamiah Sab’iah, karena Imamnya berjumlah tujuh.
Sekte ini terbagi lagi dalam berbagai kelompok kecil-kecil, diantaranya ada
yang beranggapan bahwa Imam itu memiliki sifat-sifat Ketuhanan. Pendapat ini
dipandang telah keluar dari Islam, karena memang tidak sejalan dengan
ajaran-ajaran Islam yang benar. Pengikut Ismailiah terdapat di India dan Pakistan.
3)
Syi’ah Imamiah (Itsna Asyariah)
Aliran
istsna Asyariah adalah Syi’ah termashur yang tersebar diberbagai negara di
Republik Islam Iran. Syiah Itsna Asyariah sepakat bahwa Ali bin Abu Thalib
adalah penerima wasiat Nabi Muhammad saw. seperti yang ditunjukkan nas. Al Aushiya setelah Ali
bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fathimah, yaitu Hasan ibn Ali dan
Husein ibn Ali sebagimana yang telah disepakati. Bagi Syiah Istna Asyariah al-Aushiys yang
dikultuskan setelah Husein adalah Ali Zainal Abidin dan kemudian secara berturut-turut
Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far As-Shadiq, Musa al-Kadzim, Ali al-Ridha,
Muhammad al-Jawwad , Ali al-Hadi, Hasan al-Askari, dan yang terakhir adalah
Muhammad al-Mahdi sebagai Iman kedua belas yang diyakini mengalami keghaiban.
Demikianlah karena pengikut aliran ini telah di baiat dibawa iman dua belas
iman, maka mereka dikenal dengan sebutan
Syiah dua belas (Istna Asyariah)[13]
Nama
Itsna Asyariah (dua belas) ini mengundang makna penting dalam tinjauan sejarah.
yaitu bahwa aliran ini terbentuk setelah lahirnya semua iman yang berjumlah dua
belas yaitu kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Imam kedua belas ini Muhammad
al-Mahdi dikatakan ghaiba oleh para pengikut aliran ini. Konon Menghilangnya
Muhammad al-Mahdi karena bersembunyi di ruang bawah tanah rumah ayahnya di
Samarra dan setelah itu tidak kembali
Kembalinya
imam Mahdi ini selalu ditunggu pengikut aliran ini dan dari ciri khas
kehadirannya adalah sebagi ratu adil yang akan turun diakhir zaman. Karena
sebab inilah Muhammad al-Mahdi dijuluki imam Mahdi al-Muntadzar (yang
ditunggu). Dalam Itsna Asyariah dikenal cukub banyak ajarannya yang harus
dipatuhi, seperti menyangkut masalah aqidah, ibdah, mu’amalah, imamah, ishamah,
washiat, raj’ah, bada dan lain sebagainya, namun pada perinsipnya, seluruh
ajaran tersebut bertumpu pada lima pokok
ajaran pokok yang dikenal dengan ushuluddin yaitu;
1.
Tauhid.
2.
Keadilan
3.
Nubuwwah
4.
Ma’ad
5.
Imamah
NASAB IMAM DUA BELAS
Nabi Muhammad (wafat 11 H)
Fatiamh Binti
Rasul + (1) Ali (wafat 40 H)
(2) Hasan (wafat 50) (3) Husain
(wafat 61 H)
(penganutnya
yaitu kaum Idrisi (4) Ali Zainal Abidin
Afrika Utara dan Syarif (wafat 94 H)
Afrika Utara dan Syarif (wafat 94 H)
dari Maroko)
Zaid
(wafat 122 H) (5)
Muhamad al-Baqir
(Pengikutnya
yakni Kaum Zaidi (wafat 113 H)
di Yaman dan Persia Utara) (6) Ja’far Ash-Shadiq
di Yaman dan Persia Utara) (6) Ja’far Ash-Shadiq
(wafat 148 H)
(7) Ismail (7)
Musa Al-Kazim
(pengikutnya
Khalifah-khalifah (wafat 183 H)
Fathimiyah)
(8)
Ali Ar-Ridha
(wafat 202 H)
Al Mustamsir
(Khalifah VII Dari dinasti (9) Muhammmad Al-Jawad
Fathimiyah, wafat 147 H) (wafat 220 H)
Fathimiyah, wafat 147 H) (wafat 220 H)
(10)
Ali al-Hadi
(Wafat 254 H)
Nizar al-Musta’li
(Khalifah IX dari dinasti (11)
Hasan al-Askari
Fathimiyah, Wafat 495 H) (wafat 260 H)
(12)
Muhammad al-Muntazar
(lenyap 260 H)
|
|||
|
|
Aliran
Ismaili ini disebut juga
Sab’iyah
percaya kepada tujuh
imam
imam
2.
Pemikiran Mazhab Syi’ah
a.
Sejarah Singkat Mazhab Ahlil Bait
(Syi’ah)
Sebenarnya
bukan tidaka beralasan, baik Bani Umayyah Maupun Bani Abbas, menuduh Syiah Ali
senantiasa kalah menggerakkan pemberontakan rakyat terhadap pemerintahan
mereka. Jiwa pengajaran Islam dalam daerahnya banyak dititik beratkan kepada
kehidupan duniawi, melalui jalan kasar maupun melalui jalan halus terhadap
ulama-ulamanya sedang ajaran Islam Menurut Mazhab ahlil Bait lebih banyak
ditekankan kepada kehidupan dunia dan akhirat.[14]
Jiwa
pengajaran Imam As-Shadiq di antara lain
adalah kemerdekaan roh, yang sangat dihargakan tinggi oleh Islam, dan dengan
demikian pengikut-pengikutnya selalu berdaaya upaya melepaskan kemerdekaan jiwanya
itu daripada kekuasaan yang dianggap zalim ketika itu. Sejak berdirinya mazhab
Ahlil Bait terikat dengan dua peninggalan Nabi yang kuat “as-sagalain” yaitu
kitabullah dan itrah
Rasulnya, Qur’an dan keluarga Nabi, yang berpadu keduanya tidak bercerai berai
dalam penunaian kewajibannya untuk memberi petunjuk dan hidayat kepada orang
yang berbuat zalim, karena pasti kamu akan masuk neraka. “Tidak ada yang
lain pemimpinmu kecuali Allah, yang tidak dapat menolongmu”(QS. Hud:113).[15]
Dengan
penuh keberanian Imam menjalankan terus ajaran semacam ini.
pengikut-pengikutnya diajak mersapkan rasa adil yang merupakan pokok terpenting
daripada dasar-dasar penetapan hukum Islam. Murid-muridnya hanya mematuhi
peraturan-peraturan yang tidak melampaui batas Tuhan, yaitu Qur’an dan mentaati
imam-iman yang adil serta memelihara agama, imam-imam yang ingin damai, bermutu
tinggi dalam akhlak dan budi pekerti.
Imam
As-Sahdiq menghedaki, agar di samping pemerintahan dunia, terdapat pimpinan
agama, yang betul-betul menjalankan kebijaksanaan menurut hukum tuhan,
berdasarkan kepada da’wah yang benar, kebajikan, keadilan, persamaan ukhuwa
Islamiyah umum, peradaban yang baik dan kebugayaan yang benar, membasmi hawa
nafsu, membasmi bid’ah dan kesesatan, yang semuanya tiu dapat diperoleh hanya
dari keturnan suci, pemimpin-pemimmpin mazhab ini. Karena merekalah yang
sanggup memimpin ummat kepada agamanya, membawa kepada kebahagiaan, kepada
tujuan-tujuan yang mulia dan tinggi, kepada contoh-contoh yang tinggi.[16]
Mazhab
Ahlul Bait ini adalah mazhab yang terdahulu lahir dalam sejarahnya. Karena
bukan Imam As-shadiq yang meletakkan batu pertama dan menaburkan benihnya,
tetapi ialah Rasulullah sendiri. Nabi yang meletakkan sumber-sumber dan
peraturan-peraturannya dengan ucapannya menyuruh berpegang teguh pada al-Qur’an
dan keluarganya, agar ummat jangan tersesat (hadis).
Mazhab
ini terlahir dalam masa Nabi dan imam yang pertama ialah Ali bin Abi Thalib,
Imam yang paling tinggi nilainya dan paling banyak ilmunya. Ia merupakan diri
Nabi Muhammad mengikutinya dalam segala
waktu, menampung ilmu langsung dari padanya, memperoleh tasyri amali sahabatnya di kampung dan dalam
perjalanan, ia duduk jika nabi duduk, ia bekerja jika nabi bekerja. Rasulullah
adalah guru langsung dari Ali, pendidik dan pengasuhnya.
Tak
kala Ali wafat, gerakan ilmiyah dan pimpinan mazhab ini dipimpin oleh putranya,
Imam Hasan, cucu Rasulullah dan mainan hatinya. dialah tempat rakyat
mengembalikan urusannya dan segala persengketaan. Tetapi urusan mazhab itu
tidak berjalan lancar, karena tekanan beberapa kejadian dan saling sengketa
dengan Muawiyah, setelah meninggalnya Imam Hasan digantikan oleh saudaranya
Imam Husain lebih kacau lagi, tidak saja peperangan–peperangan sudah terbuka,
tetapi kekuasaan yang telah di capai Muawiyah di gunakannya dengan sengaja
untuk merusak kedudukan hukum kaum muslimin. Urusan peradilan di serahkan
kepada anakanya Yazid yang tidak terlalu tau banyak tentang peraturan-peraturan
hukum Islam[17]
Lalu
menjadilah kedudukan hukum Islam ketika itu sangat buruk. Imam Huasain tidka
berdiam diri melihat kondisi seperti ini, ia terpaksa bangkit membela kebenaran
, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, hingga terpaksa mengorbangkan
jiwanya dengan cara yang sangat menyedihkan
sebagai pahlawan Islam dikenal dengan peristiwa Karbala[18].
Urusan
peradilan dan pimpinan mazhab berpindah kepada nakanya Iman Ali bin Husain,
yang bergelar Zainal Abidin, seorang yang sangat wara’ dan bertakwa dalam
masanya, juga seorang alim dalam segala bidang ilmu Islam. Dengan cara
diam-diam ia meneruskan usaha ayahnya, yang meskipun suasana pada saat itu
sangat buruk, melahirkan ulama-ulamaahli hukum dan hadis.[19]
Masa
anaknya Imam al-Baqir, memimpin mazhab Ahlul Bait ini, suasana politik sudah
agag berubah, pemerintah Bani Umayyah sudah mulai lemah, diserang kanan kiri
dan dibenci oleh rakyat karena sifat feodalnya. Pengajaran-pengajaran Ahlil
Bait digiatkan kembali di mana-mana, ulama-ulama memancar pergi menyiarkan
Kitabullah dan Sunnah Nabi di Madinah dan dalam Masjidil Haram, terutama ruang
yang terkuat dengan nama “ Ruang Ibn Mahil”. [20]
Mazhab Ahlil Bait, yang kemudian
terkenal dengan Mazhab Al- Ja’fari, tidak mau mentaati siasat pemerintah ini,
pertama karena rakyat tidak mau mematuhinya, kedua karena menyebabkan orang
Islam menjadi beku, tidak mau berfikir dan menggunakan akal, satusatunya
anugerah Tuhan yang sangat mulia kepada manusia. Sebagai akibat keputusan ini, pemerintah
menganggap-anggap mazhab itu menentang kebijaksanaannya dan menghukum
orang-orang yang tidak taat itu.
Dengan alasan ini pemerintah
menganggap mazhab Ahlil Bait musuhnya, lalu dinyatakan sebagai suatu golongan
yang dianggap keluar dari Islam karena salah i’tikadnya, padahal ulama-ulama
Ahlil Bait tidak mau mentaatinya karena hakim-hakim itu zalim, dan umat Islam
diperintahkan meninggalkan orang-orang yang zalim itu dan rajanya.
b.
Pemikiran Mazhab Syi'ah
1. Tauhid
(Al-Tauhid)
Monoteisme
atau kesaan Tuhan adalah fondasi Islam, al-Qur’an menyinggung soal ini dalam
ratusan ayat. Ini meliputi semua fakta yang mengacu pada tuhan yang satu (yang
Esa) dan satun-satunya Tuhan dia tidak mempunyai sekutu, tandingan, dan kawan.
Dia kekal tidak ada yang menyerupai-Nya. Dialah satu-satunya yang pantas untuk
disembah dan tiada yang melebihi-Nya. Kaum muslim tidak ada yang tidak sepakat
dengan masalah ini.[21]
Tuhan
adalah esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Kesaan tuhan adalah mutlak. Ia
bereksistensi dengan sendirian. Tuhan adalah qadim; maksudya tuhan
bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu
dicipta oleh Allah, Allah maha tahu, maha mendengar, mengerti semua bahasa,
selalu bebar dan bebas berkehendak, kesaan Allah tidak murakkat. Allah tidka
membutuhkan sesuatu.
2.
Kenabian (Nubuwwah)
Setiap
makhluk di samping telah diberi insting secara alami juga juga masih
membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki
utusan tuhan yang secara transenden diutus memberikan acuan untuk menbedakan
antara yang baik dan yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah ini,
tuhan telah mengutus 124.000 Rasul unutk memberi petunjuk kepada manusia.
Syi’ah itsna Asyariah percaya mutlak tentang ajaran Tauhidan kerasulan sejak
Nabi Adam sampai Nabi Muhamaad dan tidak ada Nabi atau Rasul setelah Muhammad,
mereka percaya dengan kiamat, kemurnian dan keaslian al-Qur’an jauh dari tahrif, perubahan
atau tambahan.[22]
Kelompok
syiah berkeyakinan bahwa seluruh nabi yang disebut dalam al-Qur’an adalah
utusan Allah swt. dan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, dan penghulu
dari segala nabi, beliau terpelihara dari kesalahan dan dosa. Allaha telah
memperjalankan beliau diwaktu malam hari dari Masjid al-Haram ke mesjid al-Aqsa
kemudian dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Kitab al-Qur’an diturunkan oleh Allah
kepada belaiau sebagai mukjizat dan tantangan serta pengajaran hukum yang
membedakan antara yang halal dan haram, yang tiada kekurangan juga penambahan
atau perubahan di dalamnya dan barang siapa yang mengaku mendapat wahyu atau
diturunkan kitab kepadanya stelah kenabian Muhammad saw. Maka dia itu kafir
yang harus dibunuh.[23]
Imamiyah
berpendapat bahwa Tuhan tidak punya sekutu, adil dan tidak mungkin berbuat
kejahatan dan menciptakan dosa, kemudian menghukun kita, manusia karena dosa
dan kejahatan yang kita lakukan. Dengan dasar pemikiran sama, mereka
berpendapat bahwa para Nabi mustahil berkhianat, berdusta, berwatak lancung dan
berbuat khilaf baik secara lahiriah maupun batiniah. Mereka yakin pada
kemaksuman (ishamah) para Nabi sepanjang kehidupan mereka.[24]
Semua
utusan Allah tidak pernah salah dalam berbuat baik sebelum diangkat menjadi
Nabi maupun sesudahnya, dan terhindar dari setiap pelanggaran yang pelakunya
sendiri mungkin menganggapnya ringan. Dan Muhammad adalah Nabi yang tidak
pernah menyalahi perintah Allah sejak lahir hingga meninggal. Ia tidak pernah
melakukan kesalahan karena sengaja atau lalai. Ia di nyatakan dalam al-Qur’an
dan dibuktikan oleh laporan berkesinambungan para anggota Ahlil Bait Nabi.
Inilah keyakinan imamiyah pada umumnya.
3.
Keadilan (al-adl)
Tuhan
mencipta kebaikan di alam semesta ini dengan adil. Ia tidak pernah menghiasi
ciptaannya dengan ketidakadilan, keraen ketidakadilan dan kelalimian terhadap
yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidak mampuan, semantara tuahn adalah
maha tahu dan maha kuasa. Segala macam keburukan dan ketdak mampuan adalah jauh
dari kebsolutan dan kehendak Tuhan. Atas dasar itulsh Syi’ah Istna Asyariah
berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan
keadilan. Menegakkan keadilan, diakui bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi
diperlukan seperangkat aturan dan institusi. Hal ini, menurut keyakinannya,
tidak akan terwujud tampa adanya imam sebagai wakil Tuhan, oleh karena itu keberadaan
seorang imam itu harus sesuai dengan pemilik keadilan yang hakiki yaitu Allah.
Disinilah benang merah yang menghubungkan antara Tuhan-iman dan keadilan selain itu aliran ini menyebutkan bahwa Tuhan
memberikan akal kepada manusia untuk mengetahuai benar dan salah melalui
perasaan, manusia dapat menggunakan penglihatan, pendengaran dan indera lainnya
untuk melakukan perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi manusia dapat
memanfaatkan potensi berkehendak (will Poewr) sebagai anugrah tuhan untuk mewujudkan dan bertanggungjawab atas
pebuatannya. Untuk itu aliran ini sangat menyerukan kepada manusia, terutama
kepada pengikutnya agar menjadi pelopor penyeru kebenaran dan harapan
terciptanya kedamaian hidup di dunia dan akhirat.[25]
4.
Hari akhir (al-Ma’ad)
Secara harfiah al-Ma’ad yaitu
tempat kembali, yang dimaksud disini adalah akhirat. Kaum Syi’ah percaya
sepenuhnya bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.[26] Al-ma’ad
adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap keadilan Tuhan di akhirat. Setiap
muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan
bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati dalah proses transit dari
kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Kehidupan baru yang akan dilalui oleh
roh manusia itu masuk kedalam wilayah al-Ma’ad. Artinya mulus dan
tidaknya, bergantung dari apa yang telah dilakukannya (bersama tubuhnya) ketika
di dunia. Dengan pemahaman yang benar tentang al-ma’ad ini akan muncul rasa
takut kepada Allah dan siksanya, sehingga mendorong unutk senantiasa berjalan
sesuai dengan syariat-Nya dengan menjaukan diri dari kesalahan.[27]
Syaikh
Husain Khasyif al-Ghitah yang dikutip dari Quraish Shihab dalam bukunya
Sunna-Syiah bergandengan tangan mungkinkah? Menguraikan kayakinan Istna
Asyariah tentang hari kemudian, imamiyah meyakini sebagiman yang diyakini oleh
seluruh ummat muslim bahwa Allah swt. Akan mengembalikan hidup/membangkitkan
semua mahluk dan menghidupkan mereka setelah kematian pada hari kiamat untuk
melakukan perhitungan dan balasan. Yang dibangkitkan adalah sosok yang
bersangkutan masing-masing dengan jasad
dan ruhnya sehgingga bila dilihat oleh orang lain dia berkata: “inilah si anu”
anda tidak wajib mengetahuai bagaiman terjadinya kebangkitan itu, apakah ia
merupakan pengembalian yang telah tiada atau nampaknya yang telah mewujud atau
selain dari itu. Syi’ah imamiyah juga percaya dengan semua apa yang tercantung
dalam al-Qur’an dan sunnah yang nilainya qath’iy (pasti) seperti surga,
neraka serta kenikmatan dan siksanya di barzah, timbangan amal, shirath
(jembatan) al-A’raf, kitab amalan manusia, yang tidak membiarkan yang kecil
atau yang besar kecuali dicatatnya, dan bahwa semua manusia akan mendapat
ganjaran/balasan . kalau amalnya baik maka baik dan kalau buruk maka buruk.
5.
Imamah
Imamah
adalah masalah pertama yang tentangnya ummah (komunitas) Islam berbeda
setelah kematian Nabi Muhammad saw. dan, karena perbedaan ini, peperangan
berdarah antar kaum muslim meletus. Dalam hal ini, Syiah Imamiyah percaya[28]
:
Imamah adalah
posisi ilahiah bagi kepemimpinan spiritual dan temporal bagi kaum
muslimin. Inilah kasih sayang Allah yang dilimpahkan atsa hamba-hamba-Nya, yang
menjadikan Imamah merupakan kelanjutan dari kenabian (Nubuwah). Imam
diangkat melalui Nabi. Ia mesti maksum baik dosa besar maupun kesalahan kecil.
Pada setiap masa, harus ada seorang Imam yang maksum yang merupakan tanda
kekuasaan allah atas umat manusia, kehadiran menjadi penjaga kepentingan agama,
ia harus mumpuni dari segala ilmu agama. Pengangkatan Iman oleh Allah adalah
wujud dari kasih sayang Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan kemurahan mengutus Nabi
serta mengangkat iman wajib bagi Allah. Imamiyah berpendapat bahwa para imam
yang maksum adalah orang-orang yang terbaik
di antara manusia semasanya dalam pelbagai masa dan segala bidang dalam
hal pengetahuan dan kapasitas intelektual. mereka tidak mengetahui yang
kasatmata, tetapi mereka mengetahui niat dan maksud hati manusia melalui ilham
yang diberikan oleh Allah.[29]
Memberikan
komentar atas al-Baqarah ayat 124 Allamah Thabathabai dalam komentar Qurannya
dikutip dari Seyed Hossein Naser telah mengumumkan tujuh butir hal yang mendasar yang barangkali memberikan penjelasan mengenai Imamah, ketuju
butir ini adalah sebagi berikut.[30]
1.
Imamah adalah hak preogatif Allah.
2.
Imam harus terhindar dari dosa dan khilaf karena pepeliharaan Ilahi
3.
Selama manusia ada di muka bumi, tidak mungkin tidak ada Imam yang
sejati
4.
Imam harus didukung oleh Allah, yang maha agung.
5.
Perbuatan manusia tidak terlepas dari penglihatan Imam.
6.
Imam harus mempunyai pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan oleh
manusia dalam kehidupan sehari-harinya
dan juga persiapan bagi kehidupan nanti.
7.
Mustahil seseorang melampaui imam dan kualitas-kualitas sublimnya
3.
Perkembangan Syi’ah di Indonesia
a.
Kapan Syi’ah masuk di Indonesia
Sejarah masuknya Syi’ah di indenesia yang tidak ada yang mengetehui
secara pasti tapi menurut Abu Bakar aceh dalam bukunya aliran Syi’ah di
Nusantara menjelaskan bahwa kebanyakan
dari pada mubaligh-mubaligh itu pada waktu tersebut memang berasal dari pada orang-orang,
yang mengunjungi Aceh, dan Malaka, memasuki Nusantara dari Persia dan India,
meskipun banyak diantaranya telah menggunakan nama-nama negeri-negeri tempat lahirnya
di Persia dan di India itu. Dalam uraiannya itu telah mengambil beberapa
kesimpulan, yaitu[31] :
1. Islam ke Indonesia mula pertama di Aceh, tidak mungkin
d;daerah lain,
2. Penyiar Islam pertama di Indonesia tidak hanya terdiri dari
saudagar India dan Gujarat, tetapi juga terdiri dari mubaligh-mubaligh Islam
dari bangsa Arab,
3. Diantara mashaf pertama dipeluk di Aceh ialah Syi'ah dan
Syafi'i,
4. Pemeriksaan yang teliti dan jujur akan dapat menghasilkan
tahun yang lebih tua untuk sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia.[32]
Sebagai keterangan ialah karena Aceh itu merupakan pelabuhan
yang pertama disinggahi kapal-kapal layar yang masuk ke Nusantara dari
Hadramaut dan Gujarat. dan kemudian meneruskan pelayarannya ke Malaka,
diantaranya ada yang berlayar ke Cina, seperti Marcopolo, Ibn Batuthah, dan
Soelaiman, seorang Arab pelancong yang terkenal, dan sebaliknya kapal-kapal ini
mengangkut orang-orang dari Nusantara dari Aceh ke Mekkah, sehingga oleh karena
itu Aceh itu dinamakan "Aceh Serambi Mekkah[33]
b.
Perkembangan Syi’ah di Indonesia
Syi’ah di
Indonesia dapat disebutkan memulai perkembangannya pasca revolusi Iran pada
tahun 1979. Memanfaatkan momentum kelahiran Iran sebagai “negara Syi’ah” dan
euforia revolusi yang menggunakan Islam sebagai dasar perjuangannya, Syi’ah di
dunia Islam tidak terkecuali Indonesia mulai berani menunjukkan jati dirinya.
Gerakan-gerakannya pun mulai tersusun secara sistematis dalam kerangka
kelembagaan atau organisasi-organisasi yang pahamnya berafiliasi terhadap
Syi’ah. Hanya saja, ini tidak berarti bahwa sebagai sebuah paham, Syi’ah baru
ada pasca 1979.[34]
Ada juga Husein al-Kaff yang
mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah
lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Menurut
pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan
Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun
2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian.
Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/
kelompok pengajian di tingkat kabupaten/Kota. Tidak hanya melalui pengajian,
upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku.
Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak
kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit
yang ada di Indonesia.
[1]Firqah atau sekte adalah kaum yang
mengikuti pemahaman atau pendapat seorang ulama yang pemahaman atau pendapatnya
telah keluar (kharaja) dari pemahaman jama’ah muslimin atau (as-sawad al
a’zham), http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/28/pengertian-firqah/
[2]Istilah
ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw yang artinya bertambah dan
naik. Ghala bi ad-din yang artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga
melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki
sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh Abu Zahrah menjelaskan bahwa
Syi’ah ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat
ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi
daripada Nabi Muhammad. http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/syiah/
[3]Fadil Su’ud
Ja’fari, Islam Syi’ah, dikutip
dari Lois Ma’luf, al-munjid fi al-lughah wa al-Alam (Bairut:
Daral-Masriq. 1973). Hlm. 19
[4] Fadil Su’ud
Ja’fari, Islam Syi’ah, dikutip
dari Ahmad al-Waili, Hauwiyatut Tasyayyu’ (Qum-Iran: Dar al-Kitab
al-Islam, tt). hlm. 19
[5] Abu Bakar Aceh,
Perbandingan Mazhab Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam, (Semarang; Ramadhani,
1972) hlm, 10
[6] Ibid,
hlm. 19
[7] Seyyed Hossein
Nasr dan Oliver Lieman (ed), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Terj.
Tim Penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2003) hlm.147
[8] Ibid,
hlm.147-148
[9]Al-Qur’an dan
terjemanya.
[10] Menurut hadis
ini, Ali berkata: “Aku adalah yang termuda dari semua yang memeluk agama Islam
dan akulah Wazir-mu. Nabi meletakkan tangannya dipundakku dan
berkata; ‘orang ini adalah saudaraku,
pewaris dan khalifah-ku, kalian harus mematuhinya.’ Orang-orang
menertawakannya dan berkata kepada Abu Thalib, ‘ iya telah menyuruhmu mematuhi
putramu’.” Lihat Thabari, al-Tarikh, Kairo, 1357. Jilid II, hlm. 63.
Abul Fida, al-Tharikh, kairo 1358 jild I, hlm. 116. Ibn Atsir, al-
bidaya Walnihayal, Kairo, 1358, jilid II, hlm. 39. Bharani Ghyat al- Maram,
Theran, 1272, hlm. 320. Fadil Su’ud Ja’fari,
Islam Syi’ah, Malang, 2010, hlm. 25.
[11]M. Quraish
Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep dan Pemikiran. (Jakarta: Lentera
Hati, 2007) hlm. 63
[12] Ja’far Subhani,
Syi’ah Ajaran dan Prakteknya, Jakarta: Nur Huda, 2012, hlm. 145
[13]http://majalahassunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=105:sepak-..Sepak
Terjang Syi’ah, di unggah pada 07 Mei 2013
[14] Abu Bakar Aceh,
Perbandingan Mazhab Syi’ah,... hlm., 131
[15]Al-Qur’an dan
terjemahnya.
[16]Abu Bakar Aceh,
Perbandingan Mazhab Syi’ah,... hlm., 132
[17] Ibid,
hlm. 133
[21] Fadil Su’ud
Ja’fari, Islam Syi’ah,... hlm. 64
[23]M. Quraish
Shihab, Sunnah-Syiah bergandengan tangan!......... hlm.95
[24] Ibid,
hlm. 96
[25] Fadil Su’ud
Ja’fari, Islam Syi’ah,... hlm.64-65
[28] Seyyed Hossein
Nasr dan Oliver Lieman (ed), Ensiklopedi Tematis..., hlm. 174
[31]Abu Bakar Aceh,
Syi’ah di Nusantara, Jakarta; Islamic Reserch Institute, 1977, hlm. 31
[33]Ibid. hlm.
31
[34]http://isfimalaysia.wordpress.com/2012/12/27/paham-dan-gerakan-syiah-di-indonesia/
diunggah pada tanggal 08 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar